Makalah Fiqh Mawaris (Kakek dan Saudara)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Ketakutan
dan kehati-hatian para sahabat dalam memvonis masalah hak waris
kakek dan saudara serta masalah-masalah aneh seperti bayi dalam kandungan,
khuntsa musykil dan ghair musykil, anak zina dan li’an karena tidak ada nash Al-Qur’an atau Hadist
Nabi yang menjelaskannya. Dengan demikian, menurut mereka masalah ini memerlukan ijtihad. Akan
tetapi di sisi lain ijtihad ini sangat mengkhawatirkan mereka, karena jika
salah berarti mereka akan merugikan orang yang sebenarnya mempunyai hak untuk
menerima warisan dan memberikan hak waris kepada orang yang sebenarnya tidak
berhak. Terlebih lagi dalam masalah yang berkenaan dengan materi, atau hukum tentang hak kepemilikan mereka sangat takut
kalau-kalau berlaku zalim dan aniaya.
Masalah waris
sangatlah berbahaya dan sensitif. Karena itu Allah tidak membiarakan begitu
saja hukum yang berkenaan dengan masalah hak kepemilikan
materi ini. Allah menjelaskannya dalam Al-Qur’an dengan detail agar tidak terjadi kezaliman dan perbuatan aniaya
dikalangan umat manusia khususnya para ahli waris.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana masalah kakek dan saudara
serta penyelesaianya?
2. Bagaimana bayi dalam kandungan?
3. Bagaimana khuntsa muskil dan ghoiru musykil?
4. Bagaimana anak zina dan li’an?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KAKEK DAN SAUDARA
1. Kakek
Yang
dimaksud kakek di sini adalah bapak dan seterusnya keatas. Apabila tidak ada
bapak, maka bagian kakek sama seperti bagian bapak. Oleh karena itu para ulama
sepakat bahwa saudara-saudara seibu (dalam hal ini bapak) adalah mahjub oleh
kakek.[1]
2. Saudara
Dalam
hal ini masalah kakek bersama saudara ini, yang dimaksud dengan saudara di sini
adalah:
1. Saudara laki-laki dan
saudara perempuan seibu sebapak.
2. Saudara laki sebapak
dan saudara perempuan sebapak.
Dengan demikian saudara seibu tidak
termasuk dalam persoalan ini. Sebagaimana dijelaskan terdahulu bahwa kakek
dihukumkan sederajat dengan saudara (saudara seibu sebapak dan saudara sebapak)
baik laki-laki maupun perempuan, oleh karena itu antara kakek dengan saudara
ini tidaklah saling menghijab (dinding-mendinding/haling-menghalang), artinya
kakek tidak mendinding atau menghalang saudara, sebaliknya saudara tidak
mendinding atau menghalang kakek.[2]
Contoh kasus, misalnya, ahli waris si
mati terdiri dari: kakek dan saudara laki-laki sekandung. Harta warisannya
sejumlah Rp. 12.000.000 bagian masing-masing adalah:
a. Perkiraan kakek mendapat bagian 1/3:
Ahli waris bag AM 3
HW Rp 12.000.000 Penerimaan
kakek 1/3
1
1/3 X Rp 12.000.000 =
4.000.000
saudara
as 2 2/3 X Rp 12.000.000 =
8.000.000
3 Jumlah = 12.000.000
b. Perkiraan kakek Muqasamah bersama
saudara:
Ahli waris bag AM 2
HW Rp 12.000.000 Penerimaan
kakek 1
1/2
Rp 12.000.000 = 6.000.000
saudara
1 1/2 Rp
12.000.000 = 6.000.000
2 Jumlah = 12.000.000
Jadi, bagian kakek adalah muqasamah
dengan saudara mendapat bagian Rp 6.000.000 lebih menguntungkan
daripada menerima bagian 1/3 sebesar Rp 4.000.000.
- ANAK
DALAM KANDUNGAN (HAMLU)
Dalam hukum islam, bayi yang masih
berada dalam kandungan ibunya jika pewarisnya meninggal dunia, termasuk ahli
waris yang berhak menerima bagian warisan, sama seperti ahli waris yang lain.
Namun demikian karena keadaannya masih dalam kandungan, belum bisa dipastikan
apakah akan lahir atau mati.[3]
Apabila dilahirkan dalam keadaan hidup maka hidupnya terbilang (masuk dalam
hitungan) saat meninggalnya pewaris. Apabila dilahirkan dalam keadaan mati
maka terhitung tidak ada sejak waris meninggal.untuk menentukan berapa bagian
yang akan diterimanya. Untuk menentukan berapa bagian yang akan diterimanya, ada
beberapa pertimbangan yang harus diketahui:
a. Mengetahui batas minimal dan maksimal
usia bayi dalam kandungan.
b. Memberi bagian yang lebih menguntungkan
dari perkiraan kelamin bayi, apakah laki-laki atau permpuan, akan lahir tunggal
atau kembar.
Selanjutnya, untuk
menentukan berapa bagian warisan yang diperoleh bayi didalam kandungan karena
masih belum jelas diketahui jenis kelaminnya, caranya adalah memberi bagian
yang lebih mengntungkan dari perkiraan-perkiraan jenis kelamin bayi, dan bila
mungkin juga ada perkiraan bayi akan lahir tunggal atau kembar.
Di bawah ini akan dikemukakan
beberapa contoh penyelesaian perhitungan pembagian warisan kepada bayi dalam
kandungan.
1) Seorang meninggal dunia, ahli warisnya
terdiri dari: ibu, bapak, dan isteri yang sedang hamil. Harta warisnya sebesar
Rp 96.000.000 bagian masing-masing ahli waris termasuk untuk bayi dalam
kandungan adalah:
a) Perkiraan perempuan (tunggal)
Ahli waris bag AM 24 HW Rp
96.000.000 Penerimaan
Ibu 1/6
4 4/24 X Rp 96.000.000 =16.000.000
Bapak 1/6+as 5 5/24 X Rp 96.000.000 =20.000.000
Isteri 1/8
3 3/24 X Rp 96.000.000 =12.000.000
(anak
pr) 1/2 12 12/24 X Rp96.000.000 =48.000.000
24
Jumlah = 96.000.000
b) Perkiraan laki-laki (tunggal)
Ahli waris bag AM 24 HW Rp
96.000.000 Penerimaan
Ibu 1/6 4 4/24 X Rp 96.000.000; = 16.000.000
Bapak 1/6 4 5/24 X Rp 96.000.000; = 16.000.000
Isteri 1/8 3 3/24 X Rp 96.000.000; = 12.000.000
(anak
lk2) as 13 12/24 X Rp96.000.000; = 52.000.000
24 Jumlah = 96.000.000
Dari dua perkiraan
tersebut dapat diketahui bahwa bagian yang lebih menguntungkan untuk bayi dalam
kandungan adalah perkiraan bayi laki-laki, yaitu sebesar Rp 52.000.000 inilah
bagian yang disediakan untuk bayi. Apabila ternyata
nanti bayi lahir perempuan maka berarti sisa Rp 4.000.000 yang akan menjadi hak
bapak.
- KHUNSA
(PEWARISAN WARIA)
Khunsa
berasal dari akar kata al-khans,
jamaknya al-khunasa artinya lembut
atau pecah. Sedangkan menurut terminologis adalah orang yang mempunyai alat
kelamin laki-laki dan perempuan sekaligus, atau tidak mempunyai alat kelamin
sama sekali.[4]
Kelelakian
dan keperempuannya dapat diketahui dengan adanya tanda-tanda laki-laki atau
perempuan. Sebelum ia dewasa, dapat diketahui dengan cara bagaimana dia pertama kali buang air kencing. Apabila dia kencing dengan anggota yang
khusus bagi perempuan maka dia adalah perempuan. Dan apabila dia kencing dengan
anggotanya maka ditetapkan dengan anggota yang mana dia kencing lebih dulu.
Setelah dewasa, jika timbul jenggot atau menggauli wanita, atau bermimpi
seperti orang laki-laki bermimpi, dia adalah laki-laki.
Apabila baginya muncul buah dada, seperti buah
dada perempuan serta keluar air susu darinya atau dia haid atau dia hamil, dia
adalah perempuan. Dalam dua keadaan seperti di atas, dikatakan bahwa dia adalah
khunsa yang tidak muskyil ( ghairu
muskyil). Apabila tidak diketahui apakah dia laki-laki atau perempuan,
karena tidak munculnya tanda-tanda atau muncul tetapi bertentangan, dia
dinamakan khunsa yang muskyil (khunsa
muskyil).[5]
Contoh kasus, apabila seseorang meninggal dunia,
ahli warisnya terdiri dari: bapak, anak perempuan, anak khunsa muskyil dan ibu.
Harta warisannya sejumlah Rp 36.000.000 bagian masing-masing adalah:
a)
perkiraan khunsa
laki-laki
Ahli waris bag AM 6 HW Rp
36.000.000 Penerimaan
Ibu 1/6
1 4/6 X Rp 36.000.000 = 6.000.000
Anak pr as 4 4/6 X Rp 36.000.000; = 24.000.000
(anak lk2)
Bapak 1/6 1 1/6 X Rp 36.000.000 = 6.000.000
6
Jumlah = 36.000.000
Khunsa musykil yang diperkirakan
laki-laki menerima bagian dua kali bagian perempuan, atau 2/3 X Rp 24.000.000 = Rp 16.000.000 dan anak
perempuan menerima bagian 1/3 X
Rp 24.000.000 = Rp 8.000.000
b)
perkiraan
khunsa perempuan
Ahli
waris bag AM 6 HW Rp
36.000.000 Penerimaan
Ibu 1/6
1 4/6 X Rp 36.000.000 = 6.000.000
Anak pr 2/3 4 4/6 X Rp 36.000.000 = 24.000.000
Anak pr
Bapak 1/6+as 1 1/6 X Rp 36.000.000 =
6.000.000
6
jumlah = 36.000.000
Khunsa
dalam perkiraan perempuan menerima bagian separuh atau ½ X Rp 24.000.000 = Rp 12.000.000.
Jadi
bagian terkecil dari dua perkiraan diatas adalah bagian perempuan. Sementara
bagian ibu Rp 6.000.000,
anak perempuan Rp 12.000.000 dan bapak sebesar Rp 6.000.000.
- ANAK ZINA
DAN LI’AN
Anak zina yaitu anak yang lahir di luar
perkawinan yang sah menurut ketentuan agama islam. Pengertian ini dengan sangat
tegas menyatakan bahwa yang menjadi aturan adalah hukum agama. Maksudnya, harus dibedakan misalnya, seorang
perempuan yang tidak pernah diketahui melangsungkan akad nikah, ternyata
tiba-tiba hamil. Untuk kepentingan formal yuridis, supaya bayi yang akan lahir
mempunyai “bapak”, maka dicarikanlah calon bapak untuk si bayi. Dalam contoh
tersebut, seseorang perlu berhati-hati dalam menentukan hukum nikah tersebut.
Li’an adalah sumpah seseorang suami
yang menuduh isterinya berbuat zina, bahwa ia akan menerima laknat Allah SWT,
apabila tuduhannya terhadap isterinya berzina ternyata tidak benar. Apabila perzinaan yang dituduhkan suami terhadap
isterinya benar dan kemudian melahirkan anak, maka anak tersebut akan ditolak
oleh ayahnya, karena dianggap bukan anak “darah dagingnya”. Jadi anak li’an dapat didefinisikan sebagai anak
yang kehadirannya tidak diakui oleh suami meskipun antara suami dan isteri
terikat dalam status perkawinan yang sah. Para ulama sepakat bahwa status hukum
anak li’an adalah sama dengan anak zina, yaitu bahwa
anak hanya bisa dinasabkan kepada ibunya saja.[6]
Contoh
kasus, seorang wanita meninggal dunia, ahli warisnya terdiri dari: nenek, anak
perempuan (yang tidak sah), dan cucu perempuan garis perempuan. Harta warisan
sejumlah Rp. 12.000.000 bagian masing-masing adalah:
Ahli waris bag AM 4 HW Rp
12.000.000 Penerimaan
nenek 1/6
1 1/6 X Rp 12.000.000 = 2.000.000
anak zn/li 1/2
3 3/6 X Rp 12.000.000 = 6.000.000
cucu
pr -
- - -
4
Jumlah =8.000.000;
Sisanya
Rp 12.000.000 - Rp 8.000.000 = Rp 4.000.000 diserahkan ke baitul
mal. Anak perempuan (tidak sah) tetap menerima bagian karena yang meninggal
ibunya, yang masih dianggap memiliki
hubugan kekerabatan dan sebagai ahli waris yang sah.
BAB
III
PENUTUP
- KESIMPULAN
Sebagaimana dijelaskan terdahulu bahwa kakek dihukumkan sederajat dengan
saudara (saudara seibu sebapak dan saudara sebapak) baik laki-laki maupun
perempuan, oleh karena itu antara kakek dengan saudara ini tidaklah saling
menghijab (dinding-mendinding/haling-menghalang), artinya kakek tidak mendinding
atau menghalang saudara, sebaliknya saudara tidak mendinding atau menghalang
kakek.
Bayi
yang masih berada dalam kandungan ibunya jika pewarisnya meninggal dunia,
termasuk ahli waris yang berhak menerima bagian warisan, sama seperti ahli
waris yang lain. Namun demikian karena keadaannya masih dalam kandungan, belum
bisa dipastikan apakah akan lahir atau mati. untuk menentukan
berapa bagian warisan yang diperoleh bayi didalam kandungan karena masih belum
jelas diketahui jenis kelaminnya, caranya adalah memberi bagian yang lebih
mengntungkan dari perkiraan-perkiraan jenis kelamin bayi, dan bila mungkin juga
ada perkiraan bayi akan lahir tunggal atau kembar. Khunsa ghairu musykil
yaitu sekiranya tanda-tanda/ciri-ciri fisik dapat diketahui jelas. Untuk
pembagian warisannya cukup dilakukan menurut alat/jenis kelamin yang dapat
diketahui melalui ciri-ciri fisik. Namun jika tidak dapat diketahui secara
persis jenis kelamin dan ciri-ciri fisiknya,disebut golongan Khunsa Musykil.
Para ulama sepakat bahwa status hukum
anak li’an adalah sama dengan anak zina, yaitu bahwa anak hanya bisa
dinasabkan kepada ibunya dan saudara-saudara nya yang seibu saja, tidak bisa
mewarisi kepada bapak dan ahli waris lainnya, karena tidak mempunyai hubungan
kekerabatan dengan bapaknya.
Komentar
Posting Komentar